hukum minta berkah di kuburan menurut islam dan tashawwuf - imanpedia hukum minta berkah di kuburan menurut islam dan tashawwuf

hukum minta berkah di kuburan menurut islam dan tashawwuf


Ziarah kuburan adalah merupakan salah satu sunah Rasulullah saw. Di permulaan islam ziarah ke pandam perkuburan itu di larang oleh Rasulullah saw. Tetapi setelah aqidah islamiyah kokoh kuat dalam jiwa umat islam, lantas larangan itu di cabut. Sabda Rasulullah saw:
“Aku telah melarang kamu dari menjiarahi kubur,  kemudian muhamad telah di ijinkan untuk menjiarahi kuburan  ibunya, maka jiarahi kubur untuk mengingatkan kita kepada akhirat.” (H.R. Tarmidzi).

Arti ziarah kubur ialah mendatanginya sewaktu waktu untuk mendoakan dan memohon rahmat bagi orang orang yang berada di dalam kubur, bukan untuk kita meminta minta sesuatu melalui kuburan itu tetapi mintalah hanya kepada Allah swt. Dan hanya untuk mengambil pelajaran pelajaran dan peringatan peringatan bagi orang yang masih hidup ingkat akan ada kematian yang menimpanya dan nasibnya di akhirat kelak.

Demikianlah maksud ziarah kubur yang di isyaratkan di dalam islam.
Tetapi di kalangan orang yang mengaku dirinya ahli tarekat banyak pula yang menziarahi kuburan untuk tujuan yang lain. Misalnya mereka mendoakan dirinya agar di beri kesehatan, kekayaan, agar di beri anak berkat orang yang berada di dalam kubur, atau mendoa kepada kuburan itu langsung. Agar terhindar dari penyakit, dari kemiskinan dan lain lain.

Ketika waktu itu disuatu tempat ada orang ramai ramai berziarah ke kuburan. Mereka menyembelih kambing, sapi, ayam di sana dengan tujuan agar kuburan itu atau orang yang berada di dalamnya, dapat meminta kepada tuhan supaya para pengunjung tersebut dapat menikmati hasil pertanian berlimpah ruah, terjuah dari bala, dan lain lain permintaan. Tetapi pemahaman ini telah di berantas oleh para ulama ulama kita supaya orang orang tersebut tidak melakukan keburukan lagi.

Meminta minta di kuburan ini juga masih terlaksana dengan meriah di suatu makam lainnya. Dan pari ahli tarekat ramai ramai dan berbondong bondong bermalam di sana untuk memohon berkah, kesehatan dan jauh dari bala bencana. Lihatlah pada hari hari besar islam masih banyak orang yang meminta keberkahan tetapi melalui kuburan. Terutama sekali pada hari rabu 10 safar atau sesudahnya.

Dr. Hamka juga pernah menyaksikan dengan mata kepala beliau sendiri orang orang yang mengantarkan surat surat “rekes” ke kuburan dan seorang gadis tua meminta supaya ia di carikan codoh. Mahasiswa yang dalam ujian minta di beri petunjuk supaya lulus dalam melakukan ujiannya.
Dalam hal ini Dr. Hamka mengataka :

“Dari kalangan tashawwuflah timbulnya membesar besar kan kuburan seseorang yang di katakan orang saleh, yang di katakan buz zaman. Beberapa adat dan kebiasaan yang pada hakekatnya bukan dari ajaran islam telah tumbuh dalam kalangan islam sendiri. Sehingga jika pemeluk agama nasrani hanya mengakui tiga tuhan (oknum), telah terlihat dalam kalangan islam orang yang membesarkan bahkan menuhankan kuburan.

Mendoakan ahli kubur dan ziarah kubur adalah di suruh dalam syariat islam. Tetapi mendia kepada orang yang berada di dalam kuburan, atau berwasilah kepadanya adalah terlarang. Islam menyuruh umatnya berdoa langsung kepada Allah swt :

“Dan apabila hamba hambaku bertanya kepadamu (muhammad) tentang aku, maka jawablah bawasannya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa Apabila ia berdoa kepadaku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah ku dan hendaklah mereka beriman kepada ku, agar mereka selalu berada di dalam kebenaran.” ( Qs. Al-Baqarah : 186 ).

Memang allah menyuruh kita untuk bertawassul (berperantara) dalam menncapai kerendahanya. Tetapi wasilah di sini maksudnya bukanlah kuburan atau benda benda mati lainnya. Melainkan amal shalih yang di kerjakan seseorang dengan sempurna dan ikhlas. Firman Allah swt :
“Hai orang orang yang beriman bertawakalah kepada Allah dan carilah wasilah atau jalan yang mendekatkan diri kepadanya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” ( Qs. Al-Ma’idah : 35 ).

Maksud wasilah dalam ayat di atas adalah amal shalih. Kerjakanlah amal shalih sebanyak banyak nya dan sebaik baiknya, niscaya kamu akan beruntung.

Di  masa Rasulullah saw. Orang pernah berwasilah dengan beliau dalam berdoa. Juga di jaman sahabat, orang pernah bertawasul kepada abbas bin Abdul Muththalib di dalam meminta hujan. Tetapi tawassul yang mereka lakukan ialah tawassul kepada orang yang masih hidup agar dia mendoakannya, dia sendiri ikut mengaminkan nya. Jadi bukan bertawassul dengan kuburan kuburan yang di anggap keramat, bukan demikian.

Salah besarlah Ma’ruf Al-karakhi salah seorang yang di anggap imam shufi yang menyuruh orang meminta di kuburannya seperti di katakannya : “kalau anda mempunyai hajat setelah wafatku, kunjungilah kuburku dan ajukanlah permohonanmu, niscaya aku selesaikan.”

Maka apa yang di lakukan oleh sebagian besar di antara kita dalam menziarahi kuburan para wali yang di hiasi indah, dengan bangunan megah, bertatahkan perak, dan dengan kubah kubah yang menterang, adalah telah melampaui batas ketentuan hukum syara’ dalam masalah ziara ke kuburan, dan memaksakan apa yang di luar syara untuk memasukan ke dalam syara.

Jadi meminta minta di kuburan itu yang di anggap keramat itu bukan ajaran  Tashawwuf islam. Melainkan ialah peninggalan peningalan tradisi masyarakat animisme dan dinamisme yang menyembah berhala dan benda benda mati.

0 Comments